BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Tanaman transgenik
pertama kalinya dibuat tahun 1973 oleh Herbert Boyer dan Stanley Cohen.
Pada tahun 1988 telah ada sekitar 23 tanaman transgenik, pada tahun 1989 terdapat 30 tanaman, pada tahun 1990 lebih dari 40 tanaman.
Secara
sederhana tanaman transgenik dibuat dengan cara mengambil gen-gen
tertentu yang baik pada makhluk hidup lain untuk disisipkan pada
tanaman, penyisipan gen ini melalui suatu vektor (perantara) yang
biasanya menggukan bakteri Agrobacterium tumefeciens untuk tanaman
dikotil atau partikel gen untuk tanaman monokotil, lalu diinokulasikan
pada tanaman target untuk menghasilkan tanaman yang dikehendaki (Muladno, 2002). .
Tujuan
dari pengembangan tanaman transgenik ini diantaranya adalah 1.
menghambat pelunakan buah (pada tomat). 2. tahan terhadap serangan
insektisida, herbisida, virus. 3. meningkatkan nilai gizi tanaman. Dan
4. meningkatkan kemampuan tanaman untuk hidup pada lahan yang ektrem
seperti lahan kering, lahan keasaman tinggi dan lahan dengan kadar garam
yang tinggi.
Apakah
rekayasa genetik? Rekayasa adalah rancang bangun (otak atik) sedangkan
genetik dari kata gen yang berarti materi pembawa sifat dari makhluk
hidup. Sebagai
contoh ada mangga yang rasanya manis ada juga yang rasanya kurang manis,
meskipun sama-sama buah mangganya dan tumbuh pada tanah yang sama tapi
mempunyai rasa yang berbeda.
Sifat-sifat
itu dikendalikan oleh suatu zat yang disebut gen. Gen inilah yang
memegang kendali mengapa angrek berbunga dan tomat berbuah. Sederhananya
apabila kita dapat mengisolasi potongan gen yang menyebabkan tomat
berbuah lalu potongan gen itu disisipkan pada gen angrek, maka angrek
yang tidak berbunga tetapi berbuah tomat, seperti yang terjadi di
Jepang.
BAB II
TANAMAN TRANSGENIK
Transgenik
terdiri dari kata trans yang berarti pindah dan gen yang berarti
pembawa sifat. Jadi transgenik adalah memindahkan gen dari satu makhluk
hidup ke makhluk hidup lainnya, baik dari satu tanaman ketanaman
lainnya, atau dari gen hewan ke tanaman.
Transgenik
secara definisi adalah the use of gene manipulation to permanently
modify the cell or germ cells of organism (penggunaan manipulasi gen
untuk mengadakan perubahan
yang tetap pada sel makhluk hidup).
Teknologi
Transgenik atau kloning juga sering dilakukan pada dunia peternakan,
separti domba dolly yang diambil dari gen sel ambing susu domba yang
ditransplantasikan ke sel telurnya sendiri. Pada ikan-ikan teleostei,
menghasilkan ikan yang resisten terhadap pembusukan dan penyakit.
Rekayasa
Genetika (RG), merupakan salah satu teknologi baru dalam bidang
biologi. Salah satu produk RG yang dikenal saat ini adalah tanaman
transgenik. Tanaman ini dihasilkan dengan cara mengintroduksi gen
tertentu ke dalam tubuh tanaman sehingga diperoleh sifat yang
diinginkan. Jenis-jenis tanaman transgenik yang telah dikenal
diantaranya tanaman tahan hama, toleran herbisida, tahan antibiotik,
tanaman dengan kualitas nutrisi lebih baik,serta dengan produktifitas lebih tinggi (anonymous, 2010).
BAB III
DAMPAK TANAMAN TRANSGENIK TERHADAP LINGKUNGAN
Perkembangan teknologi
tanaman transgenik mengalami peningkatan cukup pesat. Pada awal tahun
1988, baru ada sekitar 23 jenis tanaman transgenik yang diproduksi.
Namun pada tahun 1989, terjadi peningkatan menjadi 30 tanaman dan tahun
1990 terdapat 40 tanaman. Akan tetapi meskipun perkembangannya cukup
pesat, terdapat berbagai kekhawatiran masyarakat terhadap tanaman
transgenik. Seperti kita ketahui bahwa, ”tidak ada teknologi tanpa
resiko”, dan memang masih banyak kelemahan yang harus diperbaiki dan
dikontrol dalam pengembangan tanaman transgenik ini.
Adapun beberapa pengaruh negatif dari produk tanaman transgenik yang dapat mengancam lingkungan sebagai berikut:
1. Potensi erosi plasma nutfah
Penggunaan
tembakau transgenik telah memupus kebanggaan Indonesia akan tembakau
Deli yang telah ditanam sejak tahun 1864. Tidak hanya plasma nutfah
tanaman, plasma nutfah hewan pun mengalami ancaman erosi serupa. Sebagai
contoh, dikembangkannya tanaman transgenik yang mempunyai gen dengan
efek pestisida, misalnya jagung Bt, ternyata dapat menyebabkan kematian
larva spesies kupu-kupu raja (Danaus plexippus) sehingga dikhawatirkan
akan menimbulkan gangguan keseimbangan ekosistem akibat musnahnya plasma
nutfah kupu-kupu tersebut (anonymous, 2010).
Hal
ini terjadi karena gen resisten pestisida yang terdapat di dalam jagung
Bt dapat dipindahkan kepada gulma milkweed (Asclepia curassavica) yang
berada pada jarak hingga 60 m darinya. Daun gulma ini merupakan pakan
bagi larva kupu-kupu raja sehingga larva kupu-kupu raja yang memakan
daun gulma milkweed yang telah kemasukan gen resisten pestisida tersebut
akan mengalami kematian. Dengan demikian, telah terjadi kematian
organisme nontarget, yang cepat atau lambat dapat memberikan ancaman
bagi eksistensi plasma nutfahnya.
2. Potensi pergeseran gen
Daun
tanaman tomat transgenik yang resisten terhadap serangga Lepidoptera
setelah 10 tahun ternyata mempunyai akar yang dapat mematikan
mikroorganisme dan organisme tanah, misalnya cacing tanah.
Tanaman
tomat transgenik ini dikatakan telah mengalami pergeseran gen karena
semula hanya mematikan Lepidoptera tetapi kemudian dapat juga mematikan
organisme lainnya. Pergeseran gen pada tanaman tomat transgenik semacam
ini dapat mengakibatkan perubahan struktur dan tekstur tanah di areal
pertanamannya.
3. Potensi pergeseran ekologi
Organisme
transgenik dapat pula mengalami pergeseran ekologi. Organisme yang pada
mulanya tidak tahan terhadap suhu tinggi, asam atau garam, serta tidak
dapat memecah selulosa atau lignin, setelah direkayasa berubah menjadi
tahan terhadap faktor-faktor lingkungan tersebut. Pergeseran ekologi
organisme transgenik dapat menimbulkan gangguan lingkungan yang dikenal
sebagai gangguan adaptasi.
4. Potensi terbentuknya barrier species
Adanya
mutasi pada mikroorganisme transgenik menyebabkan terbentuknya barrier
species yang memiliki kekhususan tersendiri. Salah satu akibat yang
dapat ditimbulkan adalah terbentuknya superpatogenitas pada
mikroorganisme.
5. Potensi mudah diserang penyakit
Tanaman
transgenik di alam pada umumnya mengalami kekalahan kompetisi dengan
gulma liar yang memang telah lama beradaptasi terhadap berbagai kondisi
lingkungan yang buruk. Hal ini mengakibatkan tanaman transgenik
berpotensi mudah diserang penyakit dan lebih disukai oleh serangga. Penggunaan
tanaman transgenik yang resisten terhadap herbisida akan mengakibatkan
peningkatan kadar gula di dalam akar. Akibatnya, akan makin banyak
cendawan dan bakteri yang datang menyerang akar tanaman tersebut. Dengan
perkataan lain, terjadi peningkatan jumlah dan jenis mikroorganisme
yang menyerang tanaman transgenik tahan herbisida. Jadi, tanaman
transgenik tahan herbisida justru memerlukan penggunaan pestisida yang
lebih banyak, yang dengan sendirinya akan menimbulkan masalah tersendiri
bagi lingkungan.
Kekhawatiran bahwa tanaman transgenik menimbulkan keracunan
Masyarakat mengkhawatirkan bahwa produk transgenik berupa tanaman tahan
serangga yang mengandung gen Bt (Bacillus thuringiensis) yang berfungsi
sebagai racun terhadap serangga, juga akan berakibat racun pada manusia.
Kehawatiran ini disanggah dengan pendapat bahwa gen Bt hanya dapat
bekerja aktif dan bersifat racun jika bertemu dengan reseptor dalam usus
serangga dari golongan yang sesuai virulensinya. Sebagai
contoh gen Cry I pada Bt hanya kompatibel terhadap serangga golongan
Lepidoptera, sedangkan gen Cry III kompatibel terhadap serangga golongan
Coleoptera.
Selain
itu, gen-gen tersebut hanya dapat berfungsi pada usus serangga yang
berpH basa. Sedangkan pada usus manusia, tidak terdapat reseptor gen Bt
dan memiliki pH usus yang bersifat asam. Dengan demikian, tanaman yang
mengandung Bt Toxin merupakan pestisida alami yang aman bagi serangga,
hewan dan manusia. Percobaan
memberi makan tikus dengan kentang transgenik Bt var. Kurstaki Cry 1.
Hasil yang diperoleh ternyata memperlihatkan gejala villus ephitelial
cell hypertrophy, multinucleation, disrupted microvili, degenerasi
mitokondrial, peningkatan jumlah lisosom, autofagic vacuoles, serta
pengaktifan crypt paneth cell.
Timbul pula kekhawatiran masyarakat terhadap kemungkinan alergi
Sekitar 1-2% orang dewasa dan 4-6% anak-anak mengalami alergi terhadap
makanan. Penyebab alergi (allergen) tersebut diantaranya brazil nut,
crustacean, gandum, ikan, kacang-kacangan, dan padi (anonymous, 2010). Konsumsi
produk makanan dari kedelai yang diintroduksi dengan gen penghasil
protein metionin dari tanaman brazil nut, diduga menimbulkan alergi
terhadap manusia. Hal ini diketahui lewat pengujian skin prick test yang
menunjukkan bahwa kedelai transgenik tersebut memberikan hasil positif
sebagai allergen.
Alergi
tersebut belum tentu disebabkan karena konsumsi tanaman transgenik. Hal
ini dikarenakan semua allergen merupakan protein sedangkan semua
protein belum tentu allergen. Allergen memiliki sifat stabil dan
membutuhkan waktu yang lama untuk terurai dalam sistem pencernaan,
sedangkan protein bersifat tidak stabil dan mudah terurai oleh panas
pada suhu >65 C sehingga jika dipanaskan tidak berfungsi lagi.
Dalam
hal ini, lagi-lagi pendapat tersebut masih berupa asumsi. Akan tetapi,
memang saat ini belum ada cara yang dapat diandalkan untuk menguji
makanan RG yang bersifat allergen, sehingga kasus ini masih berupa
prediksi yang belum jelas kesimpulannya. Kekhawatiran terhadap kemungkinan menyebabkan bakteri pada tubuh manusia dan tahan antibiotik. Kekhawatiran
lain muncul pada tanaman yang diintroduksi antibiotik Kanamicyn R (Kan
R) ke tanaman, diduga menyebabkan bakteri dalam tubuh menjadi resisten
terhadap antibiotik.
Sampai saat
ini belum ada laporan ilmiah di Indonesia yang membuktikan mengenai
bahaya produk transgenik, selain reaksi alergis (produk ini telah
ditarik dari pasaran). Sehingga,sampai saat ini, tanaman transgenik
masih layak untuk dikonsumsi. Akan tetapi, memang diakui bahwa publikasi
mengenai resiko makanan produk RG terhadap hewan dan manusia, masih
sangat sedikit.
Padahal
mungkin sebenarnya dampak negatif konsumsi tanaman transgenik sudah
banyak terjadi di masyarakat hanya saja tidak banyak data yang
membuktikannya. Di negara maju seperti Amerika, urusan mengenai produk RG ditangani oleh FDA (Badan Makanan dan Obat-Obatan Amerika). Pihak
FDA ini membuat pedoman keamanan pangan melalui telaah ulang produk
transgenik, dengan didasarkan uji reaksi sifat alergen-non alergen,
analisis nutrisi, sifat potensial toksisitas-non toksisitas, sifat
fenotip dan reaksi molekuler. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa
tanaman transgenik yang diproduksi saat ini masih dalam tahap uji coba,
sehingga untuk mengkonsumsinya, dibutuhkan sikap kritis dan ketelitian
masyarakat dalam mencari informasi dan penggunaannya.
Indonesia perlu mewaspadai masuknya produksi tanaman yang sudah
dimodifikasi secara genetik (transgenik), karena sekarang di Amerika 27 %
produksi kedelai dan 24 % produksi jagungnya berasal dari hasil rekaysa
genetika . demikian juga dengan hasil tanaman lain seperti tomat dan
kanola. Kewaspadaan itu perlu mengingat indonesia mengimpor kedelai dan
jagung dari Amerika dengan jumlah yang cukup besar, umumnya ada tiga gen
yang diintroduksi ke tanaman, yaitu ketahanan herbisida, ketahanan
tehadap penyakit, memperbaiki mutu panen. namu dampaknya tehadap
lingkungan dan ketergantungan ekonomi perlu dikaji lebih lanjut.
Terhadap
lingkungan tanaman transgenik dengan modifikasi tahan terhadap virus
dapat memunculkan strain virus dulu yang lebih ganas dan dapat
memunculkan gulma super yang tahan herbisida. Tipe kubis-kubisan yang
diberi gen ketahanan terhadap herbisida serbuk sarinya membuahi tanaman
yang merupakan gulma, dikhawatirkan biji yang dihasilkan berkembang
menjadi gulma yang tahan terhadap herbisida. Burung yang makan dari
tanaman transgenik akan menurun kemampuan reproduksinya. Tanaman jagung
yang telah ditambahkan gen tahan serangga bakteri baccilus serangga disekitar kebun akan menurun daya hidupnya, gen pada bakteri bacillus berfungsi merusak pencernaan pada serangga, sehingga berfungsi sebagai insectisida.
Insectisida yang terkandung pada jagung dapat mengendap ditubuh manusia, dan dapat menimbulkan berbagai penyakit. Secara garis besar, yang dikhawatirkan dari tanaman transgenik adalah:
1. Terjadinya silang luar
2. Adanya efek kompensasi
3. Munculnya hama target yang tahan terhadap insektisida
4. Munculnya efek samping terhadap hama non target (Muladno, 2002)
BAB IV
KESIMPULAN
1. Tanaman
transgenik adalah tanaman transgenik dibuat dengan cara mengambil
gen-gen tertentu yang baik pada makhluk hidup lain untuk disisipkan pada
tanaman.
2. Tujuan dari pengembangan tanaman transgenik ini diantaranya adalah :
a. menghambat pelunakan buah (pada tomat)
b. tahan terhadap serangan insektisida, herbisida, virus
c. meningkatkan nilai gizi tanaman
d. meningkatkan kemampuan tanaman untuk hidup pada lahan yang ektrem
seperti lahan kering, lahan keasaman tinggi dan lahan dengan kadar
garam yang tinggi.
3. Dampak tanaman transgenik terhadap lingkungan, dapat memunculkan strain virus yang lebih ganas, gulma super yang tahan herbisida.
4. Kekhawatiran
terhadap tanaman transgenik yang dapat menimbulkan keracunan, alergi,
dan bakteri pada tubuh manusia akan tahan terhadap antibiotik.
5. Perlu
dilakukan pengujian secara lanjut terhadap produk tanaman transgenik
yang beredar dipasaran agar tidak berdampak negatif bagi manusia dan
lingkungan.
DAFAR PUSTAKA
http://id.wikipedia.org/wiki/Tanaman_transgenik
http://id.shvoong.com/exact-sciences/biology/1626834-amankah-mengkonsumsi-tanaman-transgenik/
http://makalahbiologiku.blogspot.com/2010/04/tanaman-transgenik.html
Muladno, MSA. 2002. Seputar Teknologi Rekayasa Genetika. Bogor. Pustaka Wirausaha Muda.